Metode survey merupakan bagian dari
paradigm positivisme atau postpositivisme. Positivisme mengasumsikan realitas
yang diteliti sebagai hal yang nyata yang dinampakkan oleh ciri-ciri objektif berupa
keteraturan, keterukuran dan kepastian, hukum sebab akibat, dan sebagainya
(Guba dan Lincoln, 2000-195). Pengetahuan berdasarkan paradigm ini disusun berdasarkan
logika deduktif dengan merangkai atau menempatkan teori-teori atau pengetahuan
sebelumnya sebagai landasan penyusunan hipotesis dan melakukan pengujian
terhadapnya berdasarkan prinsip dan teknik kuantitatif. Hasil temuan dinilai
sebagai fakta dan dapat digeneralisasi. Posisi peneliti dalam konteks ini
adalah sebagai ‘disinterested scientist’ yang tidak boleh memiliki keterlibatan
dengan obyek kajian karena dianggap berpotensi mengakibatkan bias.
Peneliti harus mematuhi sejumlah
kaidah. Pertama, peneliti harus membangun jarak dengan penelitiannya untuk
menghindari bias. Kedua, kaidah yang menyangkut hasil penelitian. Hail survey
umumnya digunakan untuk melakukan konfirmasi teoritik. Karena itu, salah satu
tahapan riset diawali dengan menyusun kerangka teori dan kemudian diturunkan ke
dalam variable-variabeld dan kerangkan operasional untuk diuji. Ketiga, survey
juga dicirikan oleh tahapan riset yang terstruktur. Logika penelitian survey
yang bersifat hipothetico deductive memberikan gambaran yang jelas tentang
rancangannya. Dalam metode survey, sampel sudah ditentukan dari awal, sebelum
peneliti melakukan penelitian di suatu daerah. Ke empat, kaidah yang terkait
dengan pemaknaan terhadap kebenaran. Dalam metode survey kebenaran dinilai
relative mutlak.
Lingkup
Penelitian Sirvei
Definisi Metode Survei menurut Wiseman
dan Aron, “sebuah metode yang mengumpulkan dan menganalisis data social dengan
menggunakan jalan terstruktur dan menggunakan interview dan kuesioner yang
sangat mendetail untuk mendapatkan informasi dari responden yang berjumlah
sangat banyak dengan menggunakan sampling atas populasi”.
Berdasar definisi di atas survei
memiliki beberapa unsure. Pertama, survey dilakukan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data social. Kedua, survey menerapkan teknik pengumpulan data yang
terstruktur dan mendetil. Ketiga, melibatkan sampel yang luas dan representatif.
Keempat, diorientasikan untuk menarik generalisasi dari sampel. Dari
unsur-unsur tersebut, terlihat bahwa servei tidak identik dengan kuesioner,
meski tidak dipungkiri pengambilan data dengan teknik ini paling sering
digunakan.
Dibanding dengan metode lain, survey
memiliki sejumlah keunggulan (Wimmer dan Dominick, 1997:167-168), misalnya
dapat digunakan untuk menginvestigasi permasalahan dalam setting yang natural, tanpa
harus didesain di laboratorium. Survei bila melibatkan data yang lebih besar,
dapat meramalkan trend dan menyediakan data terukur dengan indicator yang cukup
jelas sehingga dapat dijadikan pijakan bagi pengambilan kebijaksanaan. Survei
juga tidak terlalu dibatasi oleh kendala geografis karena dapat dilakukan dengan
mengirim kuesioner atau bertanya melalui telephone.
Tiga
fungsi metode Survei menurut de Vauess (1991:5-6):
Menggambarkan
karakteristik data. Survei dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang data
dan kecenderungan yang ada. Dalam hal ini, survei dapat menjelaskan berapa jumlah
responden yang terlibat dalam penelitian, bagaimana karakteristik mereka,
berapa porsen yang berpendidikan sarjana, dan sebagainya. Dalam jajak pendapat,
survey dapat menggambarkan kecenderungan sikap public terhadap suatu isu
tertentu.
Menjelaskan
adanya penyebab sebuah gejala atau kecenderungan tertentu dari suatu fenomena. Survei
dapat dimanfaatkan untuk memahami penyebab sebuah gejala melalui perbandingan
kasus-kasus. Contoh: Peneliti dapat melihat bagaimana kecenderungan pendidikan
responden dengan kemampuan mengakses internet, mengindentifikasi kecenderungan
sikap dengan latar belakang identitas responden.
Mengesplorasi
relasi antarvariabel. Survey dapat digunakan untuk menganalisis relasi sebab
akibat. Sebagai contoh: survey dapat digunakan untuk membuat prediksi mengenai pengaruh
tingkat pendidikan pada kemampuan mengakses internet. Namun, meski dapat
mengeksplorasi relasi tersebut, survey memiliki sejumlah keterbatasan, di
antaranya tidak cukup mampu menjelaskan kompleksitas fenomena relasi sebab
akibat secara komprehensif atau membahas secara kontekstual munculnya problem
tertentu.
De Vaus mengelompokkan survey menjadi dua macam
yaitu:
Deskriptif
suvey: berfungsi untuk memperoleh gambaran atau kecenderungan umum mengenai
data atau sikap responden mengenai suatu isu. Berger mengungkapkan bahwa survey jenis ini
mendesripsikan populasi dengan menyajikan informasi mengenai aspek demografi-umur,
jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, etnik, pendapatan, agama dan
menghubungkan informasi mengenai opini, kepercayaan, nilai, perilaku dsb. Contoh riset yang menerapkan metode adalah
polling dalam pemilu untuk mengetahui partai politik, survey audiens untuk
mengetahui program yang diminati dan sebagainya.
Analiticallexplanatory
survey berfungsi untuk menjelaskan hubungan kausal untuk menjelaskan mengapa
keadaan tertentu terjadi. Survei jenis ini umumnya dengan descriptive survey.
Apabila peneliti mengharapkan penjelasan yang lebih mendalam atau menemukan alasan
atau latar belakang sebuah keadaan, barulah explanatory survey digunakan.
Logika
Hipotetico Deductive
Logika hypothetico deductive
merupakan cirri khas dari metode yang lahir dari paradigma positivism dan
pospositivisme. Menurut Hidayat (2002), hypothetico-deductive merupakan
rangkaian langkah-langkah penelitian yang mengacu pada system logika deduktif di
mana peneliti empiric diawali oleh suatu proses deduktif, yang berawal dari
pembentukan kerangka teori, untuk melahirkan hipotesis-hipotesis sebagai
jawaban tentatif bagi masalah penelitian yang akan diuji melalui pencarian
dukungan bukti-bukti empiris berdasarkan suatu perangkat metodologi tertentu. Proses
selanjutnya merupakan proses induktif yang melibatkan penggunaan metode
tertentu untuk menarik inferensi dari sampel ke populasi (descriptive
generalization) atau menarik generelasi dari indicator-indikator yang
dipergunakan untuk mengukur variable ke konsep yang lebih umum, termasuk
menarik generalisasi dari hipotesis yang diuji ke teori dari mana hipotesis
semula diturunkan atau menarik generalisasi dari temuan penelitian dalam
setting atau konteks tertentu ke konteks yang lebih umum.
Kerangka
Teori
Teori berfungsi memberikan pijakan
bagi peneliti untuk mengkaji sebuah fenomena. Teori memberikan petunjuk
bagaimana fenomena tersebut seharusnya didekati, diukur dan dianalisis (Millerm, 2002). Kerangka
teori berperan sebagai bagian dari refleksi terhadap hasil pengkajian fenomena
serupa yang telah dilakukan sebelumnya. Dari proses tersebut peneliti dapat
memperoleh verifikasi teori, sejauh mana teori tersebut mendapatkan dukungan
data atau masih relevan memberikan gambaran/prediksi dengan kondisi sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar