Di penghujung tahun 2008 ini salah satu aspek yang perlu
untuk dikaji yakni mengenai
politik luar negeri Indonesia. Paling tidak, pemahaman
akan kinerja implementasi kebijakan
luar negeri Indonesia akan dapat mengarahkan kita pada
bagaimana proyeksi tingkah laku
Indonesia
di lingkup masyarakat internasional ke depan serta implikasi kebijakan apa yang
kiranya
perlu dirmuskan oleh para pemangku kepentingan nasional di tanah air tercinta
ini.
Kita
mafhum bahwa dewasa ini Indonesia sebagai sebuah entitas negara-bangsa sedang
memasuki suatu era yang ditandai oleh saling
ketergantungan (interdependensi) antar-bangsa
yang
semakin mendalam, saling keterkaitan antar-masalah yang semakin erat, serta
proses
globalisasi,
khususnya dalam perekonomian dunia yang semakin menyeluruh, dipacu oleh
kemajuan-kemajuan
pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi
komunikasi dan informasi. Sebagai akibatnya, dunia terasa
semakin menciut, batas-batas
antar negara semakin kabur dan kaidah-kaidah seperti
kedaulatan negara dan integritas
teritorial semakin terkikis maknanya.
Lebih lanjut, dari perspektif tatanan politik dunia
kontemporer Indonesia juga sedang
berada dalam arus empat kecenderungan mendasar. Pertama,
menguatnya gejala saling
ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan
antar-masalah global di berbagai bidang.
Seiring dengan itu, semakin menguatnya arus serta dampak
globalisasi dengan segala
implikasinya, baik yang positif maupun yang negatif.
Kedua, meningkatnya peranan aktoraktor
non-pemerintah dalam tata-hubungan antar negara. Ketiga,
menguatnya isu-isu baru
dalam agenda internasional, seperti a.l. masalah hak
asasi manusia, intervensi humaniter,
demokrasi
dan demokratisasi, “good governance”, lingkungan hidup, dan lain-lain.
Setiap bangsa, negara dan lembaga internasional, termasuk
Indonesia tanpa kecuali, harus
menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah
berubah dan yang sedang terus berubah
sedemikian
drastisnya itu. Tak terelakkan, perubahan-perubahann tersebut memunculkan
aneka ragam tantangan dan sekaligus peluang baru bagi
Indonesia di masa mendatang.
Pada tataran praksis, politik luar negeri suatu negara
sesungguhnya merupakan hasil
perpaduan dan refleksi dari politik dalam negeri yang
dipengaruhi oleh perkembangan situasi
regional maupun internasional. Demikian pula halnya
dengan politik luar negeri Indonesia
yang tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor, antara
lain posisi geografis yang strategis,
yaitu posisi silang antara dua benua dan dua samudra;
potensi sumber daya alam dan manusia
2
berikut susunan demografi; dan sistem sosial-politik yang
sangat mempengaruhi sikap, cara
pandang serta cara Indonesia memposisikan diri di fora
internasional.
Secara demikian, kiranya tidak berlebihan apabila
seyogyanya pelaksanaan politik luar
negeri pun dengan sendirinya diarahkan pada prioritas
mengupayakan dan mengamankan
serta meningkatkan kerja sama dan dukungan negara-negara
sahabat serta badan-badan
internasional bagi percepatan pemulihan perekonomian
nasional dan sekaligus
mengupayakan pulihnya kepercayaan internasional terhadap
tekad dan kemampuan
pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis
multidimensional yang sedang Indonesia hadapi
saat ini.
Pada titik ini, kini timbul pertanyaan, di era “Indonesia
baru” langkah apa yang perlu
dilakukan
oleh para pemangku kepentingan nasional berkenaan dengan peningkatan kinerja
implementasi kebijakan luar negeri Indonesia?.
Negara
yang memiliki keunggulan diplomasi akan memperoleh banyak manfaat baik bagi
kemajuan
pembangunan dan menjaga integritas negerinya, maupun untuk memperkuat posisi
tawar
dalam rangka hubungan internasionalnya. Oleh karena itu, meningkatkan
keunggulan
diplomasi
merupakan kebijakan yang harus dilakukan setiap negara. Begitu pula dengan
Indonesia, di dalam menghadapi era global ini Indonesia
harus mengupayakan peningkatan
kemampuan
diplomasinya, sehingga akan menumbuhkan kepercayaan dunia internasional.
Kepercayaan
dunia internasional memiliki kaitan erat dengan program-program pencapaian
kepentingan
nasional, dengan kepercayaan tersebut akan memudahkan Indonesia dalam
pencapaian
tujuan nasional baik jangka pendek maupun pencapaian tujuan jangka panjang.
Yang
menjadi permasalahan adalah bagaimana upaya yang harus dilakukan dalam
meningkatkan
keunggulan diplomasi yang sudah ada, sehingga mampu mewujudkan
integritas bangsa dalam rangka kepentingan nasional?
Pemberdayaan Publik dalam Masalah Luar Negeri
Globalisasi dan revolusi informasi telah mengubah
kenyataan wawasan dalam hubungan
internasional, dan telah mendorong pergeseran paradigma,
dari paradigma traditional
diplomacy" yang dilakukan para diplomat dan di waktu sebelum
revolusi informasi masih
dianggap sebagai satu-satunya aktor utama dalam menangani
masalah luar negeri serta
hubungan
internasional, kepada paradigma baru yang menempatkan peran aktor publik di
luar
pemerintahan
atau disebut "non-state actors" dalam internasional dan
diplomasi semakin
menonjol.
Diplomasi
yang dilakukan aktor non-pemerintah kepada masyarakat bangsa atau dari
pemerintah
kepada masyarakat bangsa lain disebut diplomasi publik. Secara umum diplomasi
3
publik
merupakan langkah-langkah mempromosikan kepentingan nasional Indonesia dalam
rangka
menciptakan saling pengertian dan mempengaruhi opini masyarakat luas di luar
negeri.
Dengan kata lain peran aktor non-pemerintah ini telah menjadikan kebijakan yang
berlaku secara internasional tidak boleh ada jarak dengan
kebijakan yang berlaku secara
nasional.
Hal itu perlu secara sungguh-sungguh diresapi oleh setiap
insan Indonesia. Jangan sampai
bangsa ini terjebak ke dalam masalah yang sama. Yang
diakibatkan dari tidak konsistennya
antara kebijakan di tingkat nasional dengan kondisi
lingkungan strategis internasional yangs
sedang berklangsung. Misalnya, pada saat sebelum
Indonesia menghadapi krisis moneter
tahun 1997, dalam lingkup internasional telah terjadi
liberalisasi di bidang ekonomi. Indonesia
juga melakukan liberalisasi tetapi setengah hati. Tidak
didukung oleh sistem hukum yang
cukup, oleh birokrasi yang anti korups,i dan oleh
pengusaha yang memliki jiwa
enterpreneurship, sehingga jarak kebijakan antara dalam negeri dengan
internasional begitu
jauh, dan dengan sedikit gangguan pada bidang ekonomi di
lingkup internasional maka
ekonomi Indonesia collapse.
Contoh lain, seperti sejak akhir Perang Dunia II,
perjuangan internasional diarahkan
kepada pemenuhan hak asasi manusia dan kepada terciptanya
tatanan pemerintahan yang baik
atau good governance. Tetapi di Indonesia di dalam
pembangunan politiknya dikekang yang
mengakibatkan tatanan kenegaraan menjadi lumpuh. Contoh
kasus, apabila terjadi
pelanggaran HAM di Indonesia, para diplomat tidak dapat
menutup-nutupi lagi pelanggaran
HAM tersebut karena bangsa lain akan cepat mengetahui
melalui teknologi informasi. Maka
itu diplomasi harus dapat mengkomunikasikan
perkembangan-perkembangan di luar kepada
publik dalam negeri, dan mengkomunikasikan
perkembangan-perkembangan di dalam negeri
ke luar negeri.
Proyeksi ke Depan: Penguatan Diplomasi HAM
Selaras dengan pemahaman di atas, tampilnya Partai
Demokrat ke tampuk kekuasaan di
Amerika
Serikat (AS) kiranya dalam beberapa tahun ke depan akan makin menguatkan
upaya
pemberdayaan publik dalam masalah luar negeri berkenaan dengan diplomasi hak
asasi
manusia. AS di bawah kepemimpinan Partai Demokrat tak pelak lagi tampaknya akan
mendominasi
corak hubungan internasionalnya bertumpu pada pemenuhan dan perlindungan
terhadap
hak asasi manusia dan demokrasi. Dengan kata lain, di dalam menjalin hubungan
luar
negeri dengan negara lain termasuk Indonesia, AS kerap akan mengkaitkan
kebijakannya
dengan tingkat pemenuhanan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan
demokrasi di negara tersebut. Sudah siapkah kita
menghadapi karakter sistem internasional
seperti
demikian?. Apa posisi tawar (bargaining position) yang Indonesia
miliki?.
4
Dalam konteks ini, dimensi intermestik diplomasi HAM
Indonesia mutlak dilakukan.
Peningkatan peran aktif Indonesia dalam diplomasi HAM
pada tataran internasional yang
disinergikan dengan berbagai langkah pembaruan,
sosialisasi informasi dan reformasi di
bidang
pemajuan HAM dan demokratisasi perlu terus diupayakan.
Dewasa ini, dalam diplomasi HAM Indonesia sudah beberapa
langkah lebih maju
dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Misalnya, secara
bertahap dan
berkesinambungan telah dibentuk berbagai lembaga negara,
badan pemerintah ataupun
lembaga
independen yang secara langsung akan memperkuat sistem kenegaraan dan
kemasyarakatan
yang lebih menjamin perlindungan HAM, penguatan rule of law dan
pemajuan
kehidupan demokrasi. Termasuk dalam kategori ini adalah pembentukan
Mahkamah
Konstitusi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi,
Komisi
Yudisial, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Komisi Hukum Nasional, Komisi
Kejaksaan,
Komisi Kepolisian dan seterusnya.
Pada tataran internasional, Indonesia juga telah menjadi
Negara Pihak enam dari tujuh
Kovenan Utama PBB. Keenam Konvensi HAM utama tersebut
adalah Kovenan Hak Sipil
dan Politik (ICCPR), Kovenan Hak Ekososbud (ICESCR),
Konvensi Anti Penyiksaan (CAT),
Konvensi HAk Anak (CRC), Konvensi Penghapusan
Diskriminasi terhadap Wanita
(CEDAW), Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD).
Saat ini Indonesia sedang
dalam proses ratifikasi konvensi ketujuh yaitu Konvensi
Pekerja Migran (CMW). Hal
tersebut telah semakin menunjukkan keseriusan komitmen
Indonesia terhadap upaya
pemajuan dan perlindungan HAM dalam menghadapi era makin
menguatnya diplomasi
HAM
dalam hubungan internasional untuk beberapa tahun ke depan (immediate
years).
Menyimak
keseluruhan paparan di atas, tepatlah kiranya apabila kita berpijak mpada
pemahaman bahwa upaya pemajuan kinerja politik luar
negeri Indonesia harus berawal dari
“rumah” kita sendiri. Bangsa ini adalah bangsa yang
besar. Sudah selayaknya apabila setiap
insan di bumi pertiwi ini bahu membahu bersinergi untuk
dapat berdiri tegak, bermartabat,
diperhitungkan
dan dihormati dalam kancah hubungan internasional. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar