Welcomw To Blogspot Riezal Cinta Damai

Kamis, 29 September 2011

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA




Di penghujung tahun 2008 ini salah satu aspek yang perlu untuk dikaji yakni mengenai
politik luar negeri Indonesia. Paling tidak, pemahaman akan kinerja implementasi kebijakan
luar negeri Indonesia akan dapat mengarahkan kita pada bagaimana proyeksi tingkah laku
Indonesia di lingkup masyarakat internasional ke depan serta implikasi kebijakan apa yang
kiranya perlu dirmuskan oleh para pemangku kepentingan nasional di tanah air tercinta ini.
Kita mafhum bahwa dewasa ini Indonesia sebagai sebuah entitas negara-bangsa sedang
memasuki suatu era yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdependensi) antar-bangsa
yang semakin mendalam, saling keterkaitan antar-masalah yang semakin erat, serta proses
globalisasi, khususnya dalam perekonomian dunia yang semakin menyeluruh, dipacu oleh
kemajuan-kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi
komunikasi dan informasi. Sebagai akibatnya, dunia terasa semakin menciut, batas-batas
antar negara semakin kabur dan kaidah-kaidah seperti kedaulatan negara dan integritas
teritorial semakin terkikis maknanya.
Lebih lanjut, dari perspektif tatanan politik dunia kontemporer Indonesia juga sedang
berada dalam arus empat kecenderungan mendasar. Pertama, menguatnya gejala saling
ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan antar-masalah global di berbagai bidang.
Seiring dengan itu, semakin menguatnya arus serta dampak globalisasi dengan segala
implikasinya, baik yang positif maupun yang negatif. Kedua, meningkatnya peranan aktoraktor
non-pemerintah dalam tata-hubungan antar negara. Ketiga, menguatnya isu-isu baru
dalam agenda internasional, seperti a.l. masalah hak asasi manusia, intervensi humaniter,
demokrasi dan demokratisasi, “good governance”, lingkungan hidup, dan lain-lain.
Setiap bangsa, negara dan lembaga internasional, termasuk Indonesia tanpa kecuali, harus
menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan yang sedang terus berubah
sedemikian drastisnya itu. Tak terelakkan, perubahan-perubahann tersebut memunculkan
aneka ragam tantangan dan sekaligus peluang baru bagi Indonesia di masa mendatang.
Pada tataran praksis, politik luar negeri suatu negara sesungguhnya merupakan hasil
perpaduan dan refleksi dari politik dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi
regional maupun internasional. Demikian pula halnya dengan politik luar negeri Indonesia
yang tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor, antara lain posisi geografis yang strategis,
yaitu posisi silang antara dua benua dan dua samudra; potensi sumber daya alam dan manusia
2
berikut susunan demografi; dan sistem sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara
pandang serta cara Indonesia memposisikan diri di fora internasional.
Secara demikian, kiranya tidak berlebihan apabila seyogyanya pelaksanaan politik luar
negeri pun dengan sendirinya diarahkan pada prioritas mengupayakan dan mengamankan
serta meningkatkan kerja sama dan dukungan negara-negara sahabat serta badan-badan
internasional bagi percepatan pemulihan perekonomian nasional dan sekaligus
mengupayakan pulihnya kepercayaan internasional terhadap tekad dan kemampuan
pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis multidimensional yang sedang Indonesia hadapi
saat ini.
Pada titik ini, kini timbul pertanyaan, di era “Indonesia baru” langkah apa yang perlu
dilakukan oleh para pemangku kepentingan nasional berkenaan dengan peningkatan kinerja
implementasi kebijakan luar negeri Indonesia?.
Negara yang memiliki keunggulan diplomasi akan memperoleh banyak manfaat baik bagi
kemajuan pembangunan dan menjaga integritas negerinya, maupun untuk memperkuat posisi
tawar dalam rangka hubungan internasionalnya. Oleh karena itu, meningkatkan keunggulan
diplomasi merupakan kebijakan yang harus dilakukan setiap negara. Begitu pula dengan
Indonesia, di dalam menghadapi era global ini Indonesia harus mengupayakan peningkatan
kemampuan diplomasinya, sehingga akan menumbuhkan kepercayaan dunia internasional.
Kepercayaan dunia internasional memiliki kaitan erat dengan program-program pencapaian
kepentingan nasional, dengan kepercayaan tersebut akan memudahkan Indonesia dalam
pencapaian tujuan nasional baik jangka pendek maupun pencapaian tujuan jangka panjang.
Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana upaya yang harus dilakukan dalam
meningkatkan keunggulan diplomasi yang sudah ada, sehingga mampu mewujudkan
integritas bangsa dalam rangka kepentingan nasional?




Pemberdayaan Publik dalam Masalah Luar Negeri

Globalisasi dan revolusi informasi telah mengubah kenyataan wawasan dalam hubungan
internasional, dan telah mendorong pergeseran paradigma, dari paradigma traditional
diplomacy" yang dilakukan para diplomat dan di waktu sebelum revolusi informasi masih
dianggap sebagai satu-satunya aktor utama dalam menangani masalah luar negeri serta
hubungan internasional, kepada paradigma baru yang menempatkan peran aktor publik di luar
pemerintahan atau disebut "non-state actors" dalam internasional dan diplomasi semakin
menonjol.
Diplomasi yang dilakukan aktor non-pemerintah kepada masyarakat bangsa atau dari
pemerintah kepada masyarakat bangsa lain disebut diplomasi publik. Secara umum diplomasi
3
publik merupakan langkah-langkah mempromosikan kepentingan nasional Indonesia dalam
rangka menciptakan saling pengertian dan mempengaruhi opini masyarakat luas di luar
negeri. Dengan kata lain peran aktor non-pemerintah ini telah menjadikan kebijakan yang
berlaku secara internasional tidak boleh ada jarak dengan kebijakan yang berlaku secara
nasional.
Hal itu perlu secara sungguh-sungguh diresapi oleh setiap insan Indonesia. Jangan sampai
bangsa ini terjebak ke dalam masalah yang sama. Yang diakibatkan dari tidak konsistennya
antara kebijakan di tingkat nasional dengan kondisi lingkungan strategis internasional yangs
sedang berklangsung. Misalnya, pada saat sebelum Indonesia menghadapi krisis moneter
tahun 1997, dalam lingkup internasional telah terjadi liberalisasi di bidang ekonomi. Indonesia
juga melakukan liberalisasi tetapi setengah hati. Tidak didukung oleh sistem hukum yang
cukup, oleh birokrasi yang anti korups,i dan oleh pengusaha yang memliki jiwa
enterpreneurship, sehingga jarak kebijakan antara dalam negeri dengan internasional begitu
jauh, dan dengan sedikit gangguan pada bidang ekonomi di lingkup internasional maka
ekonomi Indonesia collapse.
Contoh lain, seperti sejak akhir Perang Dunia II, perjuangan internasional diarahkan
kepada pemenuhan hak asasi manusia dan kepada terciptanya tatanan pemerintahan yang baik
atau good governance. Tetapi di Indonesia di dalam pembangunan politiknya dikekang yang
mengakibatkan tatanan kenegaraan menjadi lumpuh. Contoh kasus, apabila terjadi
pelanggaran HAM di Indonesia, para diplomat tidak dapat menutup-nutupi lagi pelanggaran
HAM tersebut karena bangsa lain akan cepat mengetahui melalui teknologi informasi. Maka
itu diplomasi harus dapat mengkomunikasikan perkembangan-perkembangan di luar kepada
publik dalam negeri, dan mengkomunikasikan perkembangan-perkembangan di dalam negeri
ke luar negeri.


Proyeksi ke Depan: Penguatan Diplomasi HAM

Selaras dengan pemahaman di atas, tampilnya Partai Demokrat ke tampuk kekuasaan di
Amerika Serikat (AS) kiranya dalam beberapa tahun ke depan akan makin menguatkan
upaya pemberdayaan publik dalam masalah luar negeri berkenaan dengan diplomasi hak
asasi manusia. AS di bawah kepemimpinan Partai Demokrat tak pelak lagi tampaknya akan
mendominasi corak hubungan internasionalnya bertumpu pada pemenuhan dan perlindungan
terhadap hak asasi manusia dan demokrasi. Dengan kata lain, di dalam menjalin hubungan
luar negeri dengan negara lain termasuk Indonesia, AS kerap akan mengkaitkan
kebijakannya dengan tingkat pemenuhanan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan
demokrasi di negara tersebut. Sudah siapkah kita menghadapi karakter sistem internasional
seperti demikian?. Apa posisi tawar (bargaining position) yang Indonesia miliki?.
4
Dalam konteks ini, dimensi intermestik diplomasi HAM Indonesia mutlak dilakukan.
Peningkatan peran aktif Indonesia dalam diplomasi HAM pada tataran internasional yang
disinergikan dengan berbagai langkah pembaruan, sosialisasi informasi dan reformasi di
bidang pemajuan HAM dan demokratisasi perlu terus diupayakan.
Dewasa ini, dalam diplomasi HAM Indonesia sudah beberapa langkah lebih maju
dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Misalnya, secara bertahap dan
berkesinambungan telah dibentuk berbagai lembaga negara, badan pemerintah ataupun
lembaga independen yang secara langsung akan memperkuat sistem kenegaraan dan
kemasyarakatan yang lebih menjamin perlindungan HAM, penguatan rule of law dan
pemajuan kehidupan demokrasi. Termasuk dalam kategori ini adalah pembentukan
Mahkamah Konstitusi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi,
Komisi Yudisial, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Komisi Hukum Nasional, Komisi
Kejaksaan, Komisi Kepolisian dan seterusnya.
Pada tataran internasional, Indonesia juga telah menjadi Negara Pihak enam dari tujuh
Kovenan Utama PBB. Keenam Konvensi HAM utama tersebut adalah Kovenan Hak Sipil
dan Politik (ICCPR), Kovenan Hak Ekososbud (ICESCR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT),
Konvensi HAk Anak (CRC), Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita
(CEDAW), Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD). Saat ini Indonesia sedang
dalam proses ratifikasi konvensi ketujuh yaitu Konvensi Pekerja Migran (CMW). Hal
tersebut telah semakin menunjukkan keseriusan komitmen Indonesia terhadap upaya
pemajuan dan perlindungan HAM dalam menghadapi era makin menguatnya diplomasi
HAM dalam hubungan internasional untuk beberapa tahun ke depan (immediate years).
Menyimak keseluruhan paparan di atas, tepatlah kiranya apabila kita berpijak mpada
pemahaman bahwa upaya pemajuan kinerja politik luar negeri Indonesia harus berawal dari
“rumah” kita sendiri. Bangsa ini adalah bangsa yang besar. Sudah selayaknya apabila setiap
insan di bumi pertiwi ini bahu membahu bersinergi untuk dapat berdiri tegak, bermartabat,
diperhitungkan dan dihormati dalam kancah hubungan internasional. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar